LUBUKLINGGAU – Ribuan umat Budha se-Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas (Mura), Sabtu (5/12) malam berbaur menjadi satu. Dibalut keceriaan dan kebahagiaan umat Budha mengikuti ritual acara pensakralan dan purna pugar Vihara Budha Indonesia, di Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Cereme Taba, Kecamatan Lubuklinggau Timur I.
Peresmian penggunaan Vihara terbesar di Kota Lubuklinggau ini dilakukan Walikota Lubuklinggau, Riduan Effendi. Selain itu beberapa Bikhu tampak hadir dalam acara tersebut, diantaranya Bhante Suryanadi dan Bhante Arya Maitri. Juga hadir puluhan Bikhu Sangha Agung Indonesia dan Bikhuni.
Pada kesempatan itu walikota mengatakan, pensakralan dan purna pugar Vihara Budha Indonesia ini merupakan wujud toleransi dalam hidup beragama dan bermasyarakat dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan antara warga Indonesia pada umumnya. Dan tetap mengedepankan lingkungan yang kondusif dengan menghormati prinsip-prinsip agama dan pelestarian budaya dan lingkungan.
Walikota menambahkan, dengan dibangunnya Vihara Budha Indonesia ini juga menggambarkan semangat spiritual Budha untuk mencapai pencerahan sejati, keteguhan dan tekat yang kuat untuk mendapat tujuan mulai. “Kami juga berharap ini akan dapat menjadi sumber motivasi dan teladan bagi umat Budha dan bangsa Indonesia pada umumnya dan Kota Lubuklinggau khususnya, dalam mengatasi berbagai persoalan dan tantangan zaman dewasa ini,” katanya.
Panitia pelaksana pensakralan dan purna pugar Vihara Budha Indonesia Kailani mengatakan, pembangunan rehabilisasi Vihara Budha Indonesia ini membutuhkan waktu kurang lebih 2 tahun. Bangunan ini merupakan sumbangsih dari umat Budha yang ada di Kota Lubuklinggau.
Bangunan baru ini, lanjut dia, mampu menampung kurang lebih 500 umat. “Kalau sampai di luar Vihara jumlahnya mencapai ribuan. Tetapi, kalau untuk di dalam Vihara mampu menampung lebih kurang 500 orang,” jelasnya.
Sementara itu, wakil ketua umum pengurus pusat majelis Budhayana Indonesia Jakarta, Tanjung Kate, yang sudah meninggalkan Kota Lubuklinggau selama 60 tahun lebih, menyambut baik adanya pembangunan ini. Hanya saja menurutnya, pembangunan Vihara adalah fisik. Sedangkan yang lebih dikedepankan pembangunan mental spiritual.
“Kami ingin agar ajaran Budha Indonesia sesuai dengan kultur Indonesia. Yang pertama, tidak sektarian atau mengkotak-kotakan diri. Kedua instutisme, terakhir flurarisme dan universalisme. Dimana kami menghargai adanya perbedaan dan mengedepankan persamaan. Jadi, dapat saling menghargai antar sesama. Sehingga keharmonisan agama terjalin harmonis,” katanya. (02)
0 komentar