*Teknis dan Nonteknis
LUBUKLINGGAU-Era Universalitas memerlukan pimpinan yang memiliki dua aspek penting, yaitu aspek teknis dan nonteknis. Aspek teknis adalah penguasaan terhadap ilmu pengetahuan yang relatif dengan lingkup kerjanya.
“Sehingga pemimpin tersebut kompeten dalam melakukan tugasnya serta bisa menghasilkan kinerja sesuai dengan sasarannya. Dalam bahasa ilmu manajemen, pemimpin harus memiliki managerial skill. Aspek nonteknis, juga memiliki bobot yang seimbang dengan aspek teknis, yaitu penguasaan terhadap keteladanan yang didasari oleh penghayatan tinggi terhadap eksistensi SDM, dan peranannya harus dijaga dan dipelihara kemauan dan semangatnya untuk bisa diajak turut serta mencapai tujuan organisasi secara kolektif,” demikian dikatakan Anggota biasa Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Cabang Lubuklinggau, Dedi Ferbuansyah kepada wartawan koran ini, Minggu (3/1).
Pernyataan Dedi Ferbuansyah terkait menjelang pelaksanaan Konfercab V HMI Cabang Lubuklinggau pertengahan Januari nanti. Dia melanjutkan, dalam bahasa ilmu manajemen disebut juga bahwa pemimpin tersebut memiliki leadership. Sumber Daya Manusia (SDM) bukan lagi orang upahan yang bisa diperlakukan sewenang-wenang, tetapi harus dijadikan subjek yang diajak partisipasinya untuk keberhasilan organisasi. Managerial skill dan leadership harus menyatu dalam jati diri pemimpin, sehingga segala persoalan dipecahkan secara rasional tanpa harus meninggalkan konflik baru.
“Kita tentu sependapat, bahwa era teknologi yang berkembang sedemikian dasyat ini masih kita sikapi dengan sikap yang moderat, atau biasa-biasa saja. SDM harus berubah. Dan perubahan tersebut harus berdasarkan kesadaran untuk perbaikan kondisi, baik bagi organisasi, maupun SDM-nya secara harmonis. Masalahnya, tidak semua orang atau kelompok memiliki prinsip yang sama akan pentingnya semua perubahan,” ucapnya.
Bahkan, lanjut dia, tak jarang kelompok yang ingin mempertahankan status quo justru secara kuantitas lebih besar. Dalam konteks ini, kemungkinan terjadinya benturan serta rintangan antara nilai-nilai lama dengan nilai dan gagasan yang diyakini oleh kelompok pro perubahan dari organisasinya secara khusus. Dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi yang didalamnya terdapat iklim komunikasi organisasi dan merupakan bagian dari budaya organisasi, sangat penting dalam menjembatani pengelolaan SDM dengan produktivitasnya.
Jika sebuah organisasi melaksanakan rencana dan perannya dalam sebuah keputusan, mungkin akan muncul perubahan dalam iklim organisasi. Perubahan ini mempengaruhi kinerja dan produktivitas kader. Jadi, iklim secara umum dan iklim komunikasi secara berlaku sebagai faktor penengah antara unsur-unsur sistem kerja dengan ukuran yang berbeda dengan efektivitas organisasi, seperti produktivitas, kepuasan, kualitas dan vitalis. Sedangkan indikator iklim organisasi sendiri terdiri dari kepercayaan, dimana setiap kader harus berusaha keras untuk mengembangkan dan mempertahankan keyakinan dan kredibilitas yang didukung oleh pernyataan dan tindakan.
Pembuatan keputusan bersama harus melibatkan dukungan para kader di semua tingkat. Mereka harus diajak komunikasi dan berkonsultasi mengenai semua masalah dalam setiap kebijakan yang berkaitan dengan kedudukan mereka. Suasana kejujuran dan keterusterangan harus mewarnai hubungan dalam organisasi, sehingga kader mampu menyampaikan apa yang mereka pikirkan.
“Sebagai generasi kader HMI yang sadar akan hak dan kewajibannya serta peran dan tanggung jawabnya kepada umat manusia, umat muslim dan bangsa Indonesia dengan usaha yang yakin usaha sampai (YAKUSA),” tegasnya. (02)
0 komentar