LUBUKLINGGAU- Pemkot Lubuklinggau berencana akan membentuk Lembaga Adat. Tetapi, sebelum membentuk lembaga tersebut Pemkot Lubuklinggau harus membuat payung hukum terlebih dahulu.
“Penyusunan draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) sudah selesai. Namun saat ini masih dipelajari, kemungkinan masih ada yang perlu ditambahkan,” demikian diungkapkan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kelurahan (BPMPK), Zulkipliy Idris kepada wartawan koran ini di kantornya kompleks perkantoran Pemkot Lubuklinggau Jalan Garuda, Kelurahan Kayu Ara, Kecamatan Lubuklinggau Barat I, beberapa hari lalu.
Ditambahkannya, Perda Lembaga Adat sebagai dasar hukum untuk membentuk Lembaga Adat dan payung hukum kegiatan lembaga adat. Menurut dia, setelah Lembaga Adat terbentuk selanjutnya lembaga adat menginventarisir adat yang ada di Kota Lubuklinggau. Kemudian membentuk Pemangku Adat di tingkat kecamatan. “Nantinya setiap kecamatan memiliki Pemangku Adat,” jelasnya.
Dia mengatakan, adapun tujuan dibentuknya Lembaga Adat salah satunya untuk menjaga kerukunan antar warga dari suku yang berbeda. Disamping itu, jika terjadi perkara kecil antar warga bisa diselesaikan secara adat. “Misalnya ada kejadian pencurian sandal dilakukan anak-anak. Kasus semacam ini tidak perlu sampai kepada penegak hukum, cukup diselesaikan secara adat. Terlalu besar biaya yang dikeluarkan Negara kalau kasus sekecil itu harus diproses secara hukum pidana,” ucapnya.
Tidak hanya itu, kata dia lagi, dibentuknya Lembaga Adat untuk membangkitkan kembali hukum adat yang ada. Mengenai penyusunan hukum adat, lanjutnya, lembaga adat merangkum masing-masing hukum adat warga yang berdomisili di Kota Lubuklinggau, seperti adat Minang, Jawa, Coel, Rejang dan lain-lain. “Tercatat ada 17 suku di Kota Lubuklinggau. Disamping itu juga mengacu kepada hukum adat Simbur Cahaya, yakni ketentuan hukum adat Sumatera Selatan (Sumsel) yang berlaku waktu itu. Lalu dikombinasikan antara hukum adat dengan hukum pidana,” terangnya.
Sembari menyebutkan setelah lembaga adat merumuskan hukum adat yang ada di Kota Lubuklinggau. “Selanjutnya akan disahkan melalui keputusan walikota,” ucapnya.
Dengan dibentuknya Lembaga Adat diharapkan ada kesatuan pandang dalam penyelesaian antara hukum pidana dengan hukum adat. Misalnya, terjadi perkelahian yang menyebabkan orang lain menderita luka. Secara hukum pidana kasus tersebut tetap diproses secara hukum pidana.
“Sedangkan hukum adat keluarga kedua belah pihak didamaikan oleh Pemangku Adat. Atau yang selama ini kita kenal tepung tawar. Dengan begitu tidak ada dendam antar keluarga. Namun proses hukum tetap jalan. Sebenarnya saat ini hukum adat masih berlaku, namun dalam penerapannya tidak maksimal. Maka dari itu dengan terbentuknya Lembaga Adat dan Pemangku Adat di kecamatan hingga kelurahan dapat menghidupkan kembali hukum adat,” pungkasnya.(02)
0 komentar