Image Hosting

 
LUBUKLINGGAU- Sepanjang 2010 Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Lubuklinggau menerima tiga kasus kekerasan terhadap anak. Ketiga kasus berhasil dimediasi oleh KPAID Kota Lubuklinggau. 

Adapun tiga kasus tersebut terdiri dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dalam kasus ini sebenarnya yang menjadi korban langsung adalah salah seorang ibu rumah tangga, karena di Kota Lubuklingga belum ada Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA) maka ibu rumah tangga korban KDRT tersebut minta dimediasi oleh KPAID. 

“Kemudian kasus kekerasan anak dilakukan oleh orang tua dan kasus kekerasan dilakukan oleh guru disalah satu SMA yang ada di Kota Lubuklinggau,” demikian diungkapkan Ketua KPAID Kota Lubuklinggau, Astuti Karya Dewi kepada wartawan koran ini di kediamannya yang juga seketariat sementara KPAID Kelurahan Watervang Kecamatan Lubuklinggau Timur I, Jumat (6/3). 
Menurut dia, kasus kekerasan yang dilakukan guru di salah satu sekolah, sebenarnya anak yang dipukul memang agak bandel, gurunya emosi sehingga memukul anak. Namun permasalahannya kini sudah selesai. Menurut Dewi, pada dasarnya peran KPAID dalam melindungi anak dari kekerasan ketika kasus kekerasan tersebut dilaporkan ke KPAID, maka KPAID mediasi dengan memberikan yang terbaik bagi anak korban kekerasan. “Misalnya anak merasa terancam atau tidak nyaman berada di lingkungan tempat anak mengalami kekerasan, maka KPAID akan melindungi anak tersebut dengan minitipkan anak ke tempat yang lebih aman dan nyaman bagi anak bersangkutan,” jelasnya. 

Pada bagian lain Dewi juga mengungkapkan penyebab utama anak hidup di jalanan atau menjadi anak jalanan (Anjal). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan anggota KPAID Kota Lubuklinggau kepada sejumlah Anjal. Mereka (Anjal) mengaku terlanjut turun ke jalan karena merasa tidak nyaman lagi tinggal di rumah orang tua. “Beberapa diantaranya memang diusir oleh orang tua. Kasus tersebut kebanyakan karena ayahnya menikah lagi sehingga memiliki ibu tiri. Dalam kasus ini ibu tiri yang mengusir anak bawaan suami,” ungkap Dewi. 

Disamping itu lanjut Dewi, ada juga yang disebabkan tidak memiliki orang tua lagi. “Namun yang paling banyak adalah yang disebabkan di usir oleh orang tua, baik orang tua kandung maupun orang tua tiri,” urainya. 
Ditambahkan Dewi, Anjal yang diwawancainya itu teridiri dari 40 anak yang sedang mengikuti pelatihan keterampilan membuat sapu. Kegiatan tersebut diadakan oleh Dinas Sosial (Dinsos) Kota Lubuklinggau bekerjasama dengan KPAID. “Pelatihan keterampilan membuat sapu didakan di sekretariat KPAID dimulai Rabu hingga Sabtu (5-8/5). Besok (hari ini Sabtu, 8/5) penutupan,” ucapnya. 

Selain dibekali pelatihan membuat sapu mereka juga dibekali bimbingan spiritual. Seperti siraman rohani dan pembinaan mental. “Diharapkan selain mendapatkan keterampilan sebagai bekal untuk mencari nafkah mereka mampu menjalankan hidup normal seperti anak seusianya,” harapnya. 

Anjal yang mengikuti pelatihan ini rata-rata berusia 15 hingga 18 tahun. “Mereka rata-rata sudah putus sekolah. “Namun ada beberapa diantaranya masih sekolah. Dan diantara mereka bekerja sebagai juru parkir, ngamen dan pemulung,” pungkasnya.(06)

0 komentar

Posting Komentar

Image and video hosting by TinyPic
Image Hosting

Pak Luuuuuuuuuurrrr...!!!

Tivi Dewek
“Mekak kite laade tivi dewek lamulai tayang dan pacak noton bola,” Kate Mamad. “Name hetu mad, tivi dewek tu, awo musim bola” tanye Pak Lur.
“La tula we tipi wang kite kak ugek acara tv gok wang aseng tua,’ uji Mamad. “Wai la pakam nia man tu, pacak le kite kak noton tivi dewek men gek tu,” uji Pak Lur.
“Nah biaso’a wang mosem bola kak benyak nobar,’ uji Mamad. “ lah nobar le nga kak, ape nobar tu” uji Pak Lur.
“Lah nonton bareng, uji wang mekak tu” kate Mamad. “Ah col kade mad, nak gek nobar nia mun de tivi dewek noton dewek,’ kate Pak Lur. “Nah pi hare le mun col antena e, masih nak nobar le” kate Mamad.(*)

    ARSIP BERITA